Di sebuah
warung kopi di Malang, pada musim “kuliah” pertengahan tahun, tiap malam kita
bisa menikmati mahasiswa berdiskusi, bermain kartu, atau hanya sekedar
menyeruput dan menikmati hitamnya kopi hitam. Ada yang didalam, pun sampai di parkiran
warung kopi itu karena mam itu kelebihan pelanggan. Sebagian dari mereka
menggunakan baju—khas—aktivis, celana jins robek dilutut, rambut sedikit agak
panjang, tapi ada pula yang berbusana akademis, lengkap dengan kewibawaan
akademisinya. Mungkin itu adalah gambaran sebuah lingkungan pinggiran kampus
tahun-tahun ini.
Gaya kehidupan ini hanya salah satu
mata acara dari berbagai rangkaian acara yang digelar di warkop-warkop (warung
kopi) di Malang atau juga dimana-mana pada masa seperti sekarang. Warung
kopi—pun—juga menjadi pusat kegiatan masyarakat (lebih khususnya para
mahasiswa) menjadi pusat kegiatan masyarakat kontemporer, dan istilah yang
sering digunakan para pemikir cultural studies yang menyebut warung kopi
sebagai ”cathedral of modernism” kini semakin terasa amat pas.