Sebelum Kau, Aku adalah.. (Vol.3)


Sahabat, hari ini–setelah beberapa hari aku tak menuliskan sebuah catatan, maka sekarang-aku mulai menuliskan kembali pikiran yang mulai awal sudah men-jahanami pikiranku.
            Dan mulai disinilah permulaan ceritaku.
            -Selasa, 29 mei 2012-, dimana aku tak mampu menuliskan kata dengan sepenuhnya lancar, sehingga aku menuliskan surat di Akun Facebook-ku hanya untuk menyatakan maaf kepadanya karena ketidak istiqamahan-ku menulis sebuah karangan untuknya, walaupun dia hanya memakai isyarat yang mungkin kebanyakan orang belum pasti tahu maksudnya, mungkin-pun aku sangat membutuhkanmu.
            Pada hari dimana aku tak menuliskan kata-kata itu kepada-mu, aku mulai merasa keras, hingar-bingar di sekitarku mulai menimbunku kedalam got-got sampah. Tahukah kau, disini aku bukan hanya serasa ter-bui, tapi juga tersiksa. Bagaimana tidak, kau membayangi-ku, dan itu tidak untuk-mu terhadapku. Tak adil, sangat tidak adil. Tapi aku mencoba untuk berspekulasi tentangmu, sebagian pikiranku berkata itu hanya permainan-mu untuk aku selalu menuliskan kata-kata rusak kepadamu, atau spekulasi apalah yang tak masuk dalam benakku, yang pasti hal ini membuat aku absurd.
            Mula-mula kuperhatikan kamarku, Buku! Ke mana juga mata ditebarkan, buku juga yang nampak. Cuma rak buku yang terbuat dari rotan biasa. Pintu yang merangkapi pintu kayu terbuat dari triplek. Ke atas –seleret langit. Seleret internet (gubuk, Red). Seleret saja. Bisu. Aku jatuh terduduk dilantai. Pintu ke dunia bebas telah terkunci. Terkunci hanya karena satu kata abstrak tak tentu, “Cinta”.
            Kalau engkau binatang dan dikurung demikian untuk pertama kalinya, dan engkau selama itu bebas berkeliaran di alam merdeka, engkau akan menumbuki pagar kurunganmu hingga badanmu luka-luka dan engkau kecapaian hingga akhirnya terdiam putus asa. Tapi kalau engkau manusia, bila untuk pertama kalinya dirampas kebebasanmu dan dimasukkan kedalam kurungan, engkau akan kehilangan dirimu sendiri. Dan engkau akan berdiam diri tak tahu apa yang harus kau perbuat. Demikianlah.
            Perlahan-lahan aku bangun dari lantai dan merangkak bertiduran di atas lantai. Banyak sekali yang aku pikirkan. Banyak sekali, hingga aku tak tahu lagi apa yang aku pikirkan pada waktu itu. Hanya perasaanku sebagai manusia berakal saja yang bisa membuatku kuat oleh kurungan ini. Perasaan itu pula yang akhirnya mengendap segala pikiranku. Dan perasaan maju ke muka menggantikan segala pikiran: perasaan yang memoga-mogakan keruntuhan kerajaan Cinta. Kalau aku ingat betapa gilanya kemerdekaan ini dirampas pertama kali oleh-mu, datanglah perasaan aneh-aneh-mulai dari takut kehilanganmu, takut kau terluka, takut apalah lagi-, dan selalu serba kekhawatiran, pikiran yang mokal-mokal, yang kadang-kadang juga sama sekali takkan mungkin masuk di akal.
            Tiga hari aku terlentang di lantai kamar hanya karena sibuk dengan penjajahan kolonial-mu. Ah, cukup untuk memenderitakanku berpuluh-puluh tahun lamanya. Tapi, apakah kau merasakan seperti itu?. Bersambung!!
Malang, 31 Mei 2012   

Sebelum Kau, Aku adalah.. (Vol.2)

Pada catatan harian-ku yang sekarang ini, aku memang sengaja tak menuliskan kedalam buku harianku, tentang apa saja aku pikirkan tentang-mu hari ini. Sedikit demi sedikit aku mulai menguasai dirimu walau tak sampai 2/3 % saja, itu sudah lebih dari cukup karena melihat keadaan-mu tak terlalu sinkron dengan kondisiku saat ini, tapi aku masih berusaha keras.

Oiya, aku lupa sebelumnya, kemaren malam aku sempat ber-filsofi dengan teman akrab-ku di kedai kopi depan perumahan. Tahukah kau -walaupun mungkin tak terlalu penting bagimu-, disana aku berusaha ber-diskusi tentang dirimu, mulai dari filosofi rambut sampai paling bawah dari anggota badan-mu, yaah walaupun tak harus disebutkan satu per satu tapi memikirkan anggota tubuh-mu saja aku sampai pada waktu yang jarang orang bayangkan -tak perlu disebutkanlah-.

Sebut saja Sahabat, dia berkata kepada-ku dengan mengutip salah satu karya Mas Pram (Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia, Red), walau tak sepenuhnya sama data yang diungkapkan tapi dia meng-analogikan sebuah cinta ini sebagai berikut, "Oiy Sahabat, dalam dinamika problematika cinta, malu itu tak sampai ke sekian persen dari eksistensi Cinta itu sendiri, ayolah mulailah dari dirimu sendiri. Ingatlah, bahwa dirimu itu adalah Adam, dan jangan-lah balikkan status itu menjadi engkau yang di ciptakan dari tulang rusuk Hawa. Ingat itu!!

Aku sejenak tertegun mendengarnya, dan mulai ber-fikir lagi tentang diri-mu. Bersambung!!

Malang, 28,05.2012





Sebelum Kau, Aku adalah.. (Vol.1)

      Aku adalah, kau tak akan mengira bahwa aku sudah mulai suka dari pertama -dan mungkin sebelum mili-sekon mulai melegangkan tubuhnya menjadi sekon-. Dan kau masih ter-maktub dalam jalan-jalan setapak pikiran-ku. Benar-benar menjatuhkan aku dalam dunia eudaimonia, walau-pun hanya sesaat, tapi kau selalu datang pada saat yang tak terkira.

       Ya sudah, aku masih banyak urusan yang harus aku selesaikan, dan pastikan-lah kau masih ada dalam rak saku baju terdalam hatiku, dan walau-pun tanpa ruang yang begitu indah, pastinya kau lasih bisa bernapas, itu-pun walau sedikit aku paksa untuk menerima itu dengan ikhlas. Karena aku tahu-walau-pun tak sampai melakukan penelitian yang sedemikian rupa-, yang pasti aku hanya ingin kau tahu, bagaimana kau juga harus menerima-ku dengan apa adanya, dengan seluruh keterbatasan-ku, dan apa-lah yang akan membuat-mu tak kerasan dengan aku. Tapi, aku yakin kau masih takkan menutup hatimu kepada aku.

        Malam ini, aku menyatakan cinta kepada sang Khaliq yang telah menciptakan dia dari unsur-unsur yang tak aku duga bisa membuat aku tergila-gila terhadapnya. Aku tak terlalu berharap kau mau menerima-mu, tapi ini adalah bukti bahwa aku mau mendekatkan diri kepada Sang Khaliq, melewati hati-mu. Yakinlah, ini benar keberadaanya. Bersambung..!!

Malang, 27.05.2012

 
Al_Mutahawwil © 2010 | Designed by Trucks, in collaboration with MW3, Broadway Tickets, and Distubed Tour