Aku
berorganisasi, membaca buku, bermain alat musik (Guitar)- adalah sebuah bingkai
bagaimana “Aku” sebagai Human of Rationalate[1] harus dan
dituntut untuk mengaktualisasikan pikiranku dalam kenyataan. Pastinya itu tak
terlepas dari bagaimana manusia berinisial aku ini harus bisa menjadi manusia
berkarakter penuh, dengan segala eksistensinya. Ya, beginilah aku. Terkadang
aku menjadi seekor hewan ganas yang selalu membabi buta memangsa lawan-lawanku
yang jauh dibawah aku. Tapi herannya, dari berbagai peristiwa itu, aku semakin
bangga dengan apa yang aku perbuat. Disisi lain, aku terkadang pula menjadi
seekor malaikat yang selalu menolong para manusia-manusia yang mengalami
kesulitan, dan itupun aku perbuat hanya demi aku bisa mendapatkan sebuah
pujian.
Sudah
dua dekade ini aku melakukan ihwal itu, kemudian aku merasakan dinamisasi akal
sehatku. Pada dekade pertama, aku mulai merasakan ketenaran dalam aktivitasku,
dimulai dari aku menjabat menjadi CO. PWSDK[2]
yang menjadi pengemudi organisasi di ekstra kampus, pula aku menjadi gitaris
dalam sebuah grup musik bernama TeLas Ria[3].
Ya, cukuplah menjadikanku menjadi artis kecil-kecilan.
Sebuah
argumen umum dalam sebuah buku pernah ditulis, bahwa sesungguhnya pekerjaan atau kegiatan-yang dilakukan
manusia- akan membentuk jati-dirinya sebagai manusia yang utuh[4],
tapi kenyataan bahwa semakin manusia itu bekerja maka akan semakin mereka tak
menemukan identitasnya sebagai manusia.
Dekade kedua
inilah aku mulai merasakan kejenuhan, dari sekian banyak kegiatan yang aku
geluti, aku merasa semakin tak menemukan identitasku sebagai manusia. Bahkan
aku mulai merasakan prestasi publik yang solid, tetapi pada penampilan publik
saja. Aku dikenal karena terkenal. Terkenal karena kemahiranku. Terkenal karena
keseringanku muncul dalam acara publik. Tumbuh sadar dalam diriku bahwa aku
tidak hanya menyia-nyiakan bakat-bakatku, bahkan hidupku.
Setelah
sia-sia mencoba mengatasi situasi ini dengan cara mengarahkan
aktivitas-aktivitas media yang aku jalani pada tema yang lebih mulia dan
bernilai, tibalah aku pada kesimpulan bahwa satu-satunya hal yang bisa aku
lakukan saat ini adalah menghentikan semua aktivitasku dan menyibukkan diri
dengan suatu yang aku yakini dan aku ingin lakukan. Uang kiriman dari orang tua
cukup untuk makan satu bulan lebih. Dan aku mundur, dari segalanya.
Sekilas aku
mengingat memori pengetahuanku, dan aku mengingat sebuah pepatah latin dalam
sebuah buku yang aku baca setahun lalu, Verba
Volant, Scripta Manent (kata-kata
akan hilang, sedangkan yang tertulis akan tetap tinggal)[5]. Kata-kata ini kemudian meluncur deras ke
permukaan otakku, dan akhirnya aku ingin menulis.
Aku ingin
menulis, dan aku sadar bahwa aku ingin menulis sebuah tulisan (artikel, novel,
puisi), tetapi aku tidak tahu memulai darimana. Aku merasa harus membebaskan
pikiranku dulu, dan membiarkannya terbang bebas-lepas. Karena-mungkin- dari
sanalah aku bisa membuang sampah-sampah intelektual yang kemungkinan besar bisa
merenggut selera menulisku yang aku pertama kali aku bangun.
Sebagian
teman pernah berkata kepadaku, bahwa dalam menulis, penulis membutuhkan tenaga ekstra melebihi bekerja
menjadi kuli bangunan dan kuli batu, itu sudah ukuran penulis yang sudah biasa,
apalagi yang masih belajar. Iya-kah? Sebelumnya aku tak percaya. Bagaimana bisa
menulis, yang hanya membutuhkan seperangkat alat tulis, dan beserta kedua
tangan untuk mengetik (jika memakai Komputer) membutuhkan tenaga melebihi
bekerja menjadi Kuli Bangunan! Aku menganggapnya hanyalah lelucon biasa yang
bernadakan Majas Hiperbola[6],
tetapi setelah aku memasuki dunia menulis itu, maka memang benarlah bahwa
menulis itu membutuhkan tenaga khusus, dan seumpama ada pekerjaan yang lebih
berat dari kuli bangunan, kemungkinan besar menulis lebih berat daripada itu.
Butuh satu
bulan lamanya aku berproses dalam alam menulis, dan akupun bisa sedikit
menguasai alam berpikir tulisan, dan disinilah awal pengembaraanku. [Bersambung]
[1] Human
of Rasionalate = Makhluk yang Berfikir
[2] CO = Commite Organisation. PWSDK =
Pengembangan Wacana dan Sumber Daya Kader. Adalah sebuah devisi yang menaungi Intelektual
dalam Organisasi Ekstra Kampus PMII Rayon “Perjuangan” Ibnu Aqil Malang.
[3] Grup
Musik yang menjadi salah satu BO (Badan Otonom) di PMII Rayon “Perjuangan” Ibnu
Aqil.
[4] Magnis Franz, Suseno, Pemikiran
Karl Marx Dari Sosialisme Utopis Ke Perselisihan Revionisme, Cetakan
Kelima, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
hal 92.
[5] Loré Biagio. 1999, L èducazione dei Figli.
Làntichita, Scandicci, FI, La Nouva, Italia.
[6] Majas
Hiperbola = Sebuah majas yang berarti dibesar-besarkan (Secara Umum).
Malang, 01 Oktober 2012
0 komentar:
Posting Komentar