Ahmadiyah

1. Dasar Pemikiran.
Ahmadiyah lahir sebagai sebuah gerakan keagamaan di India pada paruh akhir abad 19 M. Faktor yang sangat memotivasi munculnya aliran ini adalah kemunduran umat Islam di India pada  bidang agama, politik, ekonomi, sosial dan bidang kehidupan kehidupan lainnya, terutama pasca pecahnya revolusi India 1857 yang berakhir dengan kemenangan Inggris, sehingga India dijadikan sebagai salah satu Negara koloni Inggris yang terpenting di kawasan asia1.
Sebagai sekte, Ahmadiyah merupakan gerakan keagamaan yang dipimpin oleh Mirza Ghulam Ahmad (1835-1908) di Qadian, Punjab, India. Karena beberapa doktrinnya, gerakan yang lahir tepatnya tahun 1889 ini di kalangan muslim sunni ortodoks, dianggap menyimpang dari ajaran Islam sebenarnya. Oleh kalangan yang kontra dengan Ahmadiyah dilabeli sebagai aliran sesat dan menyesatkan. 
Beberapa ajaran yang dituduhkan dan dianggap menyimpang di antaranya ialah;  Meyakini bahwa Mirza Ghulam adalah al-masih yang dijanjikan; Meyakini bahwa Allah berpuasa dan melaksanakan shalat, tidur, mendengkur, menulis dan menyetempel, melakukan kesalahan, dan berjimak; Keyakinan bahwa Tuhan adalah berbangsa Inggris, karena Dia berbicara dengan mereka menggunakan bahasa Inggris; Malaikat Jibril datang kepada Mirza Ghulam Ahmad, dan memberikan wahyu dengan diilhamkan sebagaimana al-Qur'an; Menghilangkan aqidah/syariat jihad dan memerintahkan untuk menaati pemerintah Inggris,
karena menurut pemahaman mereka, pemerintah Inggris adalah waliyul amri (pemerintah Islam) sebagaimana tuntunan Al-Qur'an; Seluruh orang Islam menurut mereka kafir sampai mau bergabung dengan Ahmadiyah. Seperti bila ada laki-laki atau perempuan dari golongan Ahmadiyah yang menikah dengan selain pengikut Ahmadiyah, maka dia kafir; Membolehkan khamer, opium, ganja, dan apa saja yang memabukkan; Kenabian tidak ditutup dengan diutusnya Nabi Muhammad akan tetapi terus ada. Allah mengutus rasul sewaktu-waktu jika dibutuhkan. Dan Mirza Ghulam Ahmad adalah nabi yang paling utama dari para nabi yang lain; Tidak ada al-Qur'an selain apa yang dibawa oleh Mirza Ghulam Ahmad. Dan tidak ada al-Hadits selain apa yang disampaikan di dalam majelis Mirza Ghulam, serta tidak ada nabi melainkan berada di bawah pengaturan Mirza Ghulam Ahmad; Kitab suci mereka diturunkan (dari langit), bernama `Al-Kitab al-Mubin', bukan al-Qur'an al-Karim yang ada di tangan kaum muslimin; al-Qadian (tempat awal gerakan ini) sama dengan Madinah al-Munawarrah dan Mekkah al-Mukarramah; bahkan lebih utama dari kedua tempat suci itu, dan suci tanahnya serta merupakan kiblat mereka dan ke sanalah mereka berhaji; Mereka meyakini bahwa mereka adalah pemeluk agama baru yang independen, dengan syariat yang independen pula; seluruh teman-teman Mirza Ghulam setara dengan sahabat Nabi Muhammad Saw2.
Munculnya gerakan ahmadiyah di India –kemudian menyebar hampir ke seluruh penjuru dunia termasuk Indonesia— sudah barang tentu dilatarbelakangi oleh situasi dan kondisi India pada masa hidup Mirza Ghulam Ahmad. Di Indonesia, Ahmadiyah yang berkembang ternyata bukan hanya aliran Qadian saja, melainkan juga ajaran Lahore. Keduanya mempunyai perbedaan mendasar walaupun sebenarnya sama- sama mengacu pada ajaran-ajaran yang digagas Mirza, pendiri gerakan ini.

2.     Kontroversi Ahmadiyah di Indonesia.
Mirza Ghulam Ahmad mengklaim sebagai Nabi Isa kedua yang kedatangannya telah diramalkan Rasululloh Saw di beberapa hadits, dan sebagai nabi yang datang setelah nabi Muhammad Saw tetapi tidak membawa syari’at (dipercaya oleh golongan ahmadiyah Qadian). “Akulah yang ditunggu-tunggu. Akulah Imam Mahdi dan Almasih yang ditunggu-tunggu,”3. Konon begitu klaim yang terlontar dari Mirza. Maka predikat yang dilekatkan padanya adalah Imam Mahdi, pembaharu, Krishna dan beberapa gelar lain yang ada pada seorang Mirza.
Ahmadiyah terpecah menjadi dua golongan yaitu:  Ahmadiyah Qadiani (yang mempercayai kenabian Mirza Ghulam Ahmad) dan Ahmadiyah Lahore (yang tidak mengakui kenabian Mirza Ghulam Ahmad namun meyakini berbagai pengakuan Mirza yang lain). Ahmadiyah Qadiani yang berpusat di London, Inggris, memiliki stasiun radio, website dan televisi yang dinamakan MTA (Muslim Television Ahmadiyah) yang menggunakan beberapa bahasa di dunia termasuk bahasa Indonesia. Di Indonesia aliran ini bermarkas di Parung, Bogor yang memiliki semacam akademi dengan nama Kampus Mubarak untuk mencetak kader mubaligh Ahmadiyah. 
Ajaran Ahmadiyah sebagian besar memang sangat kontras dengan mayoritas ajaran mazhab Islam yang dianut kaum muslim, bahkan mereka telah terusir dari negeri asal mereka India dan Pakistan. Pada bulan Rabiul awwal 1394 H, bertepatan dengan bulan April 1974 M, dilakukan muktamar besar oleh Rabhithah Alam Islami di Mekkah al-Mukarramah yang dihadiri oleh tokoh-tokoh lembaga-lembaga Islam seluruh dunia. Hasil muktamar memutuskan: 1) Kekufuran dan kemurtadan kelompok Ahmadiyah dari Islam. 2) Meminta kepada kaum muslimin berhati-hati terhadap bahaya kelompok ini dan tidak bermuamalah dengan pengikut Ahmadiyah. 3) Tidak menguburkan pengikut kelompok ini di pekuburan kaum muslimin. 
Di Indonesia, pada Musyawarah Nasional (munas) II Alim Ulama Majelis Ulama Indonesia (MUI) 1980, diputuskan bahwa Ahmadiyah adalah Aliran yang menyesatkan. Fatwa ini ditegaskan lagi pada Munas VII 2005 bersamaan dengan pelarangan paham lain tentang liberalisme, sekularisme, dan pluralisme. Sementara, Menteri Agama, Maftuh Basyuni, menegaskan bahwa aliran Ahmadiyah terlarang di Indonesia karena tidak sesuai dengan ajaran agama Islam. Menurutnya, Islam hanya mengenal satu Tuhan dan menganut ajaran Nabi terakhir Muhammad SAW. Di luar itu (menganut ajaran Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi) berarti bukan Islam4. Namun, sekian pelarangan ini tetap tidak menyurutkan masyarakat untk mengikuti Ahmadiyah, faktanya hingga sekarang kelompok ini tetap bertahan. Dan bila benar klaim Amir Nasional-nya yang menegaskan bahwa di Indonesia ada 300 lebih cabang dan 300 mesjid, dengan jumlah jamaah sekitar 500.000-an dan pembayar kontribusi reguler 200.000-an, tentunya setiap waktu kelompok ini senantiasa mengalami pertambahan pengikut. 
Bagi MUI, ajaran Ahmadiyah ini bertentangan dengan Al-qur’an dan Al-hadits seperti yang telah dipaparkan MUI mengenai hal tersebut diatas sesuai dengan hasil Munas Kedua Fatwa MUI tentang Ahmadiyah, kedua tahun 1980, disiarkan Sekretariat Majelis Ulama Indonesia, di masjid Agung Al-Azhar, Kebayoran Baru Jakarta. Demikian isinya: 1) Sesuai data dan fakta yang ditemukan dalam 9 buah buku tentang Ahmadiyah, maka Majelis Ulama Indonesia (MUI) memfatwakan bahwa Ahmadiyah adalah jema’ah di luar islam, yang sifatnya sesat dan menyesatkan. 2)Dalam menghadapi persoalan Ahmadiyah, hendaknya MUI selalu berhubungan dengan pemerintah5.
Dalam keputusan itu, bukan Al-Qur’an juga bukan sabda Rasululloh (Hadits) yang dijadikan landasan pengkafiran dan penyesatan Ahmadiyah. Pihak MUI untuk mengeluarkan fatwanya berlandas pada 9 buku dari Ahmadiyah. Ini mungkin masih logis dan rasional. Tapi jika buku itu tentang Ahmadiyah, termasuk karya orang lain non-Ahmadiyah, yang terkadang memiliki sikap antipati terhadap Ahmadiyah, merupakan hal yang sangat tidak logis dan irasional. Apakah fatwa yang bersifat keagamaan dapat dikatakan shahih jika yang dijadikan landasan adalah karya tulis manusia? 
Pihak Ahmadiyah sendiri membantah sendiri Fatwa MUI. “Tuduhan-tuduhan itu tidak benar. Ahmadiyah tetap berpagang teguh pada rukun islam dan rukun iman, mengakui dua kalimah syahadat serta melaksanakan misi penyebaran Islam yang berpedoman pada Al Qur’an dan Sunnah,” demikian tegas kata Ketua Umum Pengurus Besar Jama’ah Ahmadiyah Indonesia (Amir Nasional) H Abdul Basit. Ia membantah berita dan informasi yang menyebutkan bahwa jamaah Ahmadiyah tidak percaya Nabi Muhammad.SAW sebagai khaatamun mabiyyin (nabi terakhir) serta memiliki kitab suci sendiri yang dinamakanTadzkirah. Menurut dia, Ahmadiyah berkeyakinan bahwa nabi Muhammad.SAW adalah nabi penutup yang membawa syari’at terakhir, dan kitab suci Ahmadiyah hanya satu yaitu Al Qur’anul karim 30 juz sebagaimana diterima Rasululloh.SAW. Sedangkan Tadzkirah adalah buku yang berisikan himpunan ilham, kasyaf dan ru’yah dari pendiri Ahmadiyah, Hadrat Mirza Ghulam Ahmad yang dikumpulkan dari risalah-risalah, selebaran dan buku-buku karyanya. Dikatakannya, jamaah Ahmadiyah merupakan organisasi Islam Internasional yang telah berdiri di 175 negara dunia, termasuk Indonesia yang telah berdiri sejak 1925. keberadaan Jamaah Ahmadiyah di Indonesia diakui secara sah sebagai Badan Hukum berdasarkan Surat Keputusan Menkeh RI No.JA5/23/13 tanggal 13 Maret 1952 (Tambahan Berita Negara RI tanggal 31 Maret 1953 No.26), serta terdaftar di Depag RI tanggal 2 Maret 1970 dengan No.046/J/1970 dan di Depsos dengan No. D-V/70 tanggal 15 Mei 19706

3.     Penutup
Kita tahu, Kepercayaan dan keimanan adalah hak prerogatif manusia. Siapa pun tak bisa mengatur dan memaksakannya. Ini adalah urusan agama yang sangat privatif, merupakan bagian dari urusan internal agama yang dianutnya. Siapa pun tak berhak mengurusi dan memaksakannya termasuk negara (pemerintah), ditambah dengan Ideologi yang kita anut sekarang (Demokrasi), wa bi al-khusus dalam ranah Organisasi PMII ini. So, bagaimana tindakan yang paling aktualitatif dan substantif dalam menghadapi se gunung kontroversi tentang Ahmadiyah, Entah....!!

Daftar Pustaka
1Iskandar Zulkarnain, Gerakan Ahmadiyah di Indonesia, Yogyakarta: LKiS, 2005. hal. 1
2Ahmadiyah, Kelompok Pengekor Nabi Palsu, http. www.hidayatullah.com
3Amir Ahmadiyah: Silakan Orang Kristen Beribadah di Masjid Kami, http: www.sinarharapan.co.id
4menganut ajaran Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi berarti bukan Islam (Menag: Ahmadiyah Terlarang Di Indonesia, Media Indonesia Online, Minggu, 21 Agustus 2005, http: www.mediaindo.co.id)
5Mimbar Ulama, No 41, tahun V, Juli-Agustus 1980

Moh. Isomuddin
Malang, 10 Maret 2011

*Artikel ini digunakan dalam Diskusi bersama PMII Rayon Ibn Aqiel dan Rayon Farouq pada Tanggal ____________________________ 

0 komentar:

Posting Komentar

 
Al_Mutahawwil © 2010 | Designed by Trucks, in collaboration with MW3, Broadway Tickets, and Distubed Tour